Daftar Isi
Pernyataan………………………………………………………………………………………i
Kata
Pengantar………………………………………………………………………………..ii
Daftar
Isi…………………………………………………………………………………………1
BAB I PENDAHULUAN
A.1 Intensitas dan Kompleksitas
Masalah……………………………………………3
A. 2 Rumusan
Masalah…………………………………………………………………….4
A. 3
Tujuan……………………………………………………………………………………..4
Bab II ISI
B. Latar Belakang
Masalah……………………………………………………………….5
B.1 Faktor timbulnya
Anak Jalanan…………………………………………………….8
Bab III UPAYA
PENYELESAIAN MASALAH
C. Upaya Penyelesaian
Masalah Berbasis Masyarakat…………………………9
C.1 Mengembangkan Sistem
Sosial yang Responsif…………………………….9
C.2 Pemanfaatan Modal
Sosial………………………………………………………..11
C.3 Pemanfaatan
Institusi Sosial : …………………………………………………..11
a. Organisasi
Masyarakat………………………………………………………………..12
b. Organisasi
Swasta………………………………………………………………………12
c. Optimalisasi
Kontribusi dalam Pelayanan Sosial……………………………..12
d. Kerjasama dan
Jaringan………………………………………………………………13
D. Upaya Penananan
Masalah :……………………………………………………….13
a.
Pemenuhan Kebutuhan Gizi gratis………………………………………………14
b.
Pemberian Pelayanan Kesehatan Dasar Gratis…………………………….14
c.
Pemberian Layanan Pendidikan Gratis…………………………………………14
E. Renungan
…………………………………………………………………………………15
Al Baqarah ayat
177……………………………………………………………………….15
Al Baqarah ayat
215……………………………………………………………………….16
Al Baqarah ayat
273……………………………………………………………………….16
An Nisaa ayat
8…………………………………………………………………………17
Bab IV PENUTUP
F.
Kesimpulan………………………………………………………………………………..18
Referensi………………………………………………………………………………………19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
A.1 Intensitas dan
Kompleksitas Masalah
Fenomena merebaknya anak
jalanan di Indonesia merupakan persoalan sosial yang komplek. Hidup menjadi
anak jalanan memang bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, karena mereka
berada dalam kondisi yang tidak bermasa depan jelas, dan keberadaan mereka
tidak jarang menjadi “masalah” bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat dan
negara. Namun, perhatian terhadap nasib anak jalanan tampaknya belum begitu
besar dan solutif. Padahal mereka adalah saudara kita. Mereka adalah amanah
Allah yang harus dilindungi, dijamin hak-haknya, sehingga tumbuh-kembang
menjadi manusia dewasa yang bermanfaat, beradab dan bermasa depan cerah
Hidup menjadi anak jalanan
bukanlah pilihahan hidup yang diinginkan oleh siapapun. melainkan
keterpaksaan yang harus mereka terima karena adanya sebab tertentu. Anak
jalanan bagaimanapun telah menjadi fenomena yang menuntut perhatian kita semua.
Secara psikologis mereka adalah anak-anak yang pada taraf tertentu belum
mempunyai bentukan mental emosional yang kokoh, sementara pada saat yang sama
mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan cenderung
berpengaruh negatif bagi perkembangan dan pembentukan kepribadiannya. Aspek
psikologis ini berdampak kuat pada aspek sosial. Di mana labilitas emosi dan
mental mereka yang ditunjang dengan penampilan yang kumuh, melahirkan
pencitraan negatif oleh sebagian besar masyarakat terhadap anak jalanan yang
diidentikan dengan pembuat onar, anak-anak kumuh, suka mencuri, sampah
masyarakat yang harus diasingkan. Pada taraf tertentu stigma masyarakat yang
seperti ini justru akan memicu perasaan alienatif mereka yang
pada gilirannya akan melahirkan kepribadian introvet, cenderung
sukar mengendalikan diri dan asosial. Padahal tak dapat dipungkiri bahwa mereka
adalah generasi penerus bangsa untuk masa mendatang.
A.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang
di kemukakan diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.
Apa yang melatar
belakangi timbulnya anak jalanan ?
2.
Bagaimana alternatif
menagani masalah tersebut ?
A.3 Tujuan
Makalah ini di susun
dengan tujuan :
1.
Mangetahui latar
belakang timbulnya anak jalanan khususnya di Indonesia
2.
Mengetahui faktor-faktor
apa saja yang menyebabkan fenomena munculnya anak jalanan.
3.
Mangetahui dampak
psikologis yang di rasakan anak jalanan
4.
Memberikan informasi
upaya penangan anak jalanan yang efektif.
Bab II
ISI
B. Latar Belakang
Masalah
Konsep “anak”
didefinisikan dan dipahami secara bervariasi dan berbeda, sesuai dengan sudut
pandang dan kepentingan yang beragam. Menurut UU No. 4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak, anak adalah seseorang yang berusia di bawah 21 tahun dan
belum menikah. Sedangkan menurut UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan
Untuk kebutuhan
penelitian ini, anak didefinisikan sebagai seorang manusia yang masih kecil
yang berkisar usianya antara 6–16 tahun yang mempunyai ciri-ciri fisik yang
masih berkembang dan masih memerlukan dukungan dari lingkungannya.
Seperti manusia pada
umumnya, anak juga mempunyai berbagai kebutuhan: jasmani, rohani dan sosial.
Menurut Maslow, kebutuhan manusia itu mencakup : kebutuhan fisik (udara, air,
makan), kebutuhan rasa aman, kebutuhan untuk menyayangi dan disayangi,
kebutuhan untuk penghargaan, kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri dan
bertumbuh.
Sebagai manusia yang
tengah tumbuh-kembang, anak memiliki keterbatasan untuk mendapatkan sejumlah
kebutuhan tersebut yang merupakan hak anak. Orang dewasa termasuk orang tuanya,
masyarakat dan pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak anak tersebut.
Permasalahannya adalah orang yang berada di sekitarnya termasuk keluarganya
seringkali tidak mampu memberikan hak-hak tersebut. Seperti misalnya pada
keluarga miskin, keluarga yang pendidikan orang tua rendah, perlakuan salah
pada anak, persepsi orang tua akan keberadaan anak, dan sebagainya. Pada anak
jalanan, kebutuhan dan hak-hak anak tersebut tidak dapat terpenuhi dengan baik.
Untuk itulah menjadi kewajiban orang tua, masyarakat dan manusia dewasa lainnya
untuk mengupayakan upaya perlindungannya agar kebutuhan tersebut dapat
terpenuhi secara optimal.
Berbagai upaya telah
dilakukan dalam merumuskan hak-hak anak. Respon ini telah menjadi komitmen
dunia international dalam melihat hak-hak anak. Ini terbukti dari lahirnya
konvensi internasional hak-hak anak. Indonesiapun sebagai bagian dunia telah
meratifikasi konvensi tersebut. Keseriusan Indonesia melihat persoalan hak anak
juga telah dibuktikan dengan lahirnya Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002
tentang perlindungan anak. Tanpa terkecuali, siapapun yang termasuk dalam
kategori anak Indonesia berhak mendapatkan hak-haknya sebagai anak.
Anak jalanan dilihat
dari sebab dan intensitas mereka berada di jalanan memang tidak dapat
disamaratakan. Dilihat dari sebab, sangat dimungkinkan tidak semua anak jalanan
berada dijalan karena tekanan ekonomi, boleh jadi karena pergaulan, pelarian,
tekanan orang tua, atau atas dasar pilihannya sendiri.
Hasil Survei Sosial
Ekonomi Nasional (SUSENAS) Badan Pusat Statistik Republik Indonesia tahun 1998
memperlihatkan bahwa anak jalanan secara nasional berjumlah sekitar 2,8 juta
anak. Dua tahun kemudian, tahun 2000, angka tersebut mengalami kenaikan sekitar
5,4%, sehingga jumlahnya menjadi 3,1 juta anak. Pada tahun yang sama, anak yang
tergolong rawan menjadi anak jalanan berjumlah 10,3 juta anak atau 17, 6% dari
populasi anak di Indonesia, yaitu 58,7 juta anak (Soewignyo, 2002). Angka-angka
tersebut menunjukkan bahwa kualitas hidup dan masa depan anak-anak sangat
memperihatinkan, padahal mereka adalah aset, investasi SDM dan sekaligus
tumpuan masa depan bangsa. Jika kondisi dan kualitas hidup anak kita
memprihatinkan, berarti masa depan bangsa dan negara juga kurang
menggembirakan. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, sebagian dari anak bangsa
kita mengalami lost generation (generasi yang hilang).
Persebaran anak jalanan
di DKI Jakarta juga cukup merata. Data yang diterbitkan oleh Dinas Bina Mental
Spiritual dan Kesejahteraan Sosial DKI Jakarta menyebutkan bahwa setidaknya ada
18.777 orang anak jalanan di DKI pada tahun 2003 ini.
SUSENAS tahun 2000 juga
menunjukkan bahwa salah satu faktor ketidakberhasilan pembangunan nasional
dalam berbagai bidang itu, antara lain, disebabkan oleh minimnya perhatian
pemerintah dan semua pihak terhadap eksistensi keluarga. Perhatian dan treatment yang
terfokus pada “keluarga sebagai basis dan sistem pemberdayaan” yang menjadi
pilar utama kehidupan berbangsa dan bernegara relatif belum menjadi komitmen
bersama dan usaha yang serius dari banyak pihak. Padahal, masyarakat dan negara
yang sehat, kuat, cerdas, dan berkualitas dipastikan karena tumbuh dan
berkembang dari dan dalam lingkungan keluarga yang sehat, kuat, cerdas dan
berkualitas. Dengan demikian, masalah anak termasuk anak jalanan perlu adanya
penanganan yang berbasis keluarga, karena keluarga adalah penanggung jawab
pertama dan utama masa depan anak-anak mereka.
Pekerjaan anak jalanan
beraneka ragam, dari menjadi tukang semir sepatu, penjual asongan, pengamen
sampai menjadi pengemis. Banyak faktor yang kemudian diidentifikasikan sebagai
penyebab tumbuhnya anak jalanan. Parsudi Suparlan berpendapat bahwa adanya
orang gelandangan di kota bukanlah semata-mata karena berkembangnya sebuah
kota, tetapi justru karena tekanantekanan ekonomi dan rasa tidak aman sebagian
warga desa yang kemudian terpaksa harus mencari tempat yang diduga dapat
memberikan kesempatan bagi suatu kehidupan yang lebih baik di kota (Parsudi
Suparlan, 1984 : 36 ).
Hal senada juga
diungkapkan oleh Saparinah Sadli ( 1984 : 126 ) bahwa ada berbagai factor yang
saling berkaitan dan berpengaruh terhadap timbulnya masalah gelandangan, antara
lain : faktor kemiskinan (structuraldan peribadi ), faktor
keterbatasan kesempatan kerja (factor intern dan ekstern), faktor
yang berhubungan dengan urbanisasi dan masih ditambah lagi dengan faktor
pribadi seperti tidak biasa disiplin, biasa hidup sesuai dengan keinginannya
sendiri dan berbagai faktor lainnya.
Data tersebut cukup
memperihatinkan kita semua, karena idealnya sebagai “kota percontohan” DKI
dapat bebas dari masalah anak jalanan, atau setidak-tidaknya jumlah anak
jalanan tergolong rendah di seluruh propinsi di Indonesia. Selama ini,
penanganan anak jalanan melalui panti-panti asuhan dan rumah singgah dinilai
tidak efektif. Hal ini antara lain terlihat dari “pola asuh” yang cenderung
konsumtif, tidak produktif karena yang ditangani adalah anak-anak, sementara
keluarga mereka tidak diberdayakan.
B.1 Faktor timbulnya
Anak Jalanan
Beragam faktor yang
paling dominan menjadi penyebab munculnya anak jalanan adalah faktor kondisi
social ekonomi di samping karena adanya faktor broken
home serta berbagai faktor lainnya.
Hasil penelitian Hening
Budiyawati, dkk. (dalam Odi Shalahudin, 2000 :11) menyebutkan bahwa
faktor-faktor yang menyebabkan anak pergi ke jalanan berdasarkan alasan dan
penuturan mereka adalah karena :
1) Kekerasan dalam
keluarga.
2). Dorongan keluarga.
3). Ingin bebas.
4). Ingin memiliki uang
sendiri, dan
5). Pengaruh teman.
Bab III
UPAYA PENYELESAIAN MASALAH
C. Upaya Penyelesaian
Masalah Berbasis Masyarakat
Upaya pembinaan terhadap
anak jalanan bukannya tidak pernah dilakukan. Pemda DKI Jakarta misalnya, sejak
tahun 1998 telah mencanangkan program rumah singgah. Dimana bagi mereka
disediakan rumah penampungan dan pendidikan (Draft Pembinaan Anak Jalanan :
Pemda DKI, 1998). Akan tetapi, pendekatan yang cenderung represif dan tidak
integrative, ditunjang dengan watak dasar anak jalanan yang tidak efektif.
Sehingga mendorong anak jalanan tidak betah tinggal di rumah singgah. Selain
pemerintah, beberapa LSM juga concernpada masalah ini. Kebanyakan
bergerak di bidang pendidikan alternatif bagi anak jalanan. Kendati demikian,
dibanding jumlah anak jalanan yang terus meningkat, daya serap LSM yang sangat
terbatas sungguh tidak memadai. Belum lagi munculnya indikasi ”
komersialisasi ” anak jalanan oleh beberapa LSM yang kurang
bertanggungjawab dan hanya berorientasi pada profit semata.
Penanganan masalah anak
jalanan sesungguhnya bukan saja menjadi tanggung jawab salah satu pihak saja,
tetapi merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, LSM, akademisi dan
masyrakat, secara keseluruhan. Persoalannya, selama ini aksi-aksi penanganan
anak jalanan masih dilakukan secara sporadic, sektoral dan temporal serta
kurang terencana dan terintegrasi secara baik. Akibatnya efektivitas penanganan
menjadi tidak maksimal.
C.1 Mengembangkan Sistem
Sosial yang Responsif
Salah satu bentuk
penanganan anak jalanan adalah melalui pembentukan rumah singgah. Konferensi
Nasional II Masalah pekerja anak di Indonesia pada bulan juli 1996
mendefinisikan rumah singgah sebagai tempat pemusatan sementara yang bersifat
non formal, dimana anakanak bertemu untuk memperoleh informasi dan pembinaan
awal sebelum dirujuk ke dalam proses pembinaan lebih lanjut.
Sedangkan menurut
Departemen Sosial RI rumah singgah didefinisikan sebagai perantara anak jalanan
dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka. Rumah singgah merupakan proses
informal yang memberikan suasana pusat realisasi anak jalanan terhadap system
nilai dan norma di masyarakat.
Secara umum tujuan
dibentuknya rumah singgah adalah membantu anak jalanan mengatasi
masalah-masalahnya dan menemukan alternatif untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Sedang secara khusus tujuan rumah singgah adalah :
1.
Membentuk kembali sikap
dan prilaku anak yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku di
masyarakat.
2.
Mengupayakan anak-anak
kembali kerumah jika memungkinkan atau ke panti dan lembaga pengganti lainnya
jika diperlukan.
3.
Memberikan berbagai
alternatif pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan anak dan menyiapkan masa
depannya sehingga menjadi masyarakat yang produktif.
Peran dan fungsi rumah
singgah bagi program pemberdayaan anak jalanan sangat penting. Secara ringkas
fungsi rumah singgah antara lain :
1.
Sebagai tempat
pertemuan ( meeting point) pekerja social dan anak jalanan. Dalam hal
ini sebagai tempat untuk terciptanya persahabatan dan keterbukaan antara anak
jalanan dengan pekerja sosial dalam menentukan dan melakukan berbagai aktivitas
pembinaan.
2.
Pusat
diagnosa dan rujukan. Dalam
hal ini rumah singgah berfungsi sebagi tempat melakukan diagnosa terhadap
kebutuhan dan masalah anak jalanan serta melakukan rujukan pelayanan social
bagi anak jalanan.
3.
Fasilitator atau sebagai perantara anak jalanan dengan
keluarga, keluarga pengganti, dan lembaga lainnya.
4.
Perlindungan. Rumah singgah dipandang sebagai tempat
berlindung dari berbagai bentuk kekerasan yang kerap menimpa anak jalanan dari
kekerasan dan prilaku penyimpangan seksual ataupun berbagai bentuk kekerasan
lainnya.
5.
Pusat
informasi tentang anak jalanan
6.
Kuratif dan rehabilitatif, yaitu fungsi
mengembalikan dan menanamkan fungsi social anak.
7.
Akses
terhadap pelayanan, yaitu
sebagai persinggahan sementara anak jalanan dan sekaligus akses kepada berbagai
pelayanan social.
8.
Resosialisasi. Lokasi rumah singgah yang berada ditengah-tengah
masyarakat merupakan salah satu upaya mengenalkan kembali norma, situasi dan
kehidupan bermasyarakat bagi anak jalanan. Pada sisi lain mengarah pada
pengakuan, tanggung jawab dan upaya warga masyarakat terhadap penanganan
masalah anak jalanan.
C.2 Pemanfaatan Modal
Sosial
Melalui PNPM (Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat) usaha yang dapat di lakukan antara lain :
- Memberikan
pendidikan setidaknya, memberikan keterampilan baca-tulis
- Memberikan
keterampilan seperti contohnya menjahit, atau membuat peralatan- peralatan
multi guna dan lain-lain
Setidaknya anak jalanan
juga harus memiliki kesempatan untuk dapat mengembangkan keterampilan-
keterampilan yang dimilki, sehimgga ia dapat hidup mandiri tanpa harus
menggelandang di luar sana.
C.3 Pemanfaatan
Institusi Sosial
Anak jalanan memang
sering kali menjadi masalah di kehidupan kita, idak sedikit pula yang dapat
mengancam ketentraman kehidupan kita. Tapi tidak berari lantas kita membiarkan
meraka menjadi ”sesuatu yang tak berguna” dan lantas menghiraukan mereka,
dengan menggap mereka segelintir kecil bagian dari kehidupan kita. Anak jalanan
merupakan orang-orang yang harus di lindungi, mereka layaknya anak-anak lainnya
meliki hak-hak yang patut mereka rasakan oleh karena itu, bukan saja pemerintah
ang harus menghadapi dan menyelesaikan masalah anak jalanan ini, namun tanpa
ada bantuan dari masyarakat, masalah ini tidak akan pernah terselesikan.
a. Organisasi Masyarakat
Untuk mengatasi
masalahanak jalanan, bukan hanya upaya pemerintah saja yang di harapkan mampu
untuk mrnyelesaikannya. Namun peran masyarakatpun sangat di butuhkan dalam
penangan masalah ini.
Sekali lagi bahwa anak
jalanan itu ada dan perlu penangan khusus untuk menyelesaikan masalah ini, dan
usaha itu di perlukan dari seluruh pihak tak terkecuali masyarakat. Jadi
baiknya masyarakat tidak boleh mengabaikan mereka, cobalah ikut sertakan mereka
dalam kegiatan-kegiatan masyarakat yang sering di lakukan. Mereka sama seperti
kita, yang memilki potensi, tapi sayangnya mereka sering kali tidak memiliki
kesempatan untuk mengasah dan bahkan menunjukannya, maka dari itu berikanlah
kesempatan kepada mereka.
b. Organisasi Swasta
Organisasi swasta
cenderung didirikan untuk mendapatkan sejumlah keuntungan tertentu. Namun
demikian, tidak berarti organisasi swasta tidak berkontribusi untuk
menyeleseikan masalah keemiskinan di negara ini. Seringkali promosi, yang akrab
sekali dengan organisasi ini meengikutsertakan ”anak jalanan” dalam program
–programnya. Contoh : LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
c. Optimalisasi
Kontibusi Dalam Pelayanan Sosial
Hal ini merupkan
tanggung jawab dan komitmen yang seharusnya di laksanakan oleh pemerintah.
Seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Pasal 34 UUD 1945 bahwa ” Fakir
miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”. Maka seharusnya
negara beranggung jawab dalam menangani hal ini. Hal yang seharusnya terlihat
dalam kinerja pemerintah dalam menangani masalah anak jalanan ini yakni adanya
keseriusan dalam menjalankan program-programnya ang antara lain:
1.
Program perlindungan
anak
2.
Program ketertiban,
kebersihan dan keindahan kota
3.
Program rumah singgah
4.
Program pelatihan dan
pemberian bantuan modal usaha bagi anak jalanan
5.
Pemenuhan kebutuhan gizi
gratis
6.
Pemberian pelayanan
kesehatan dasar gratis
7.
Pemberian layanan
pendidikan gratis
8.
Pemberian penyuluhan
d. Kerjasama dan
Jaringan
Kerja sama merupakan
aspek utama dri semua penangan yang telah di anjurkan.
Karena tanpa adanya
kerja sama antar aspek tidak akan terlaksanakan apa yang telah di rencanakan.
Kerja sama yang di maksud adalah kerja sama antara pemerintah dengan
masyarakatnya. Namun lebih baik lagi untuk dapat menjalin kerjasama bukan hanya
dalam negeri namun juga dengan organisai luar nugeri. Contoh :UNICEF dll
D. Upaya Penanganan
Masalah
Alternatif-alternatif
yang diajukan ini sebenarnya bukan sama sekali baru karena sudah ada dan
dilaksanakan oleh beberapa instansi pemerintah maupun lembaga swadaya
masyarakat tetapi dalam upaya penanganan anak jalanan alternatif ini mungkin
tergolong baru, yaitu :
a. Pemenuhan
Kebutuhan Gizi gratis
Seperti halnya layanan
pemberian makanan tambahan bagi anak sekolah di sekolah-sekolah formal, perlu
diberikan layanan pemenuhan gizi gratis bagi anak jalanan. Anak-anak
jalanan diarahkan untuk mendatangi tempat-tempat yang telah ditentukan untuk
mendapatkan layanan pemenuhan gizi ini dengan frekuensi yang disesuaikan dengan
ketersediaan anggaran.
b. Pemberian Pelayanan
Kesehatan Dasar Gratis
Pemberian layanan
kesehatan dasar gratis ini dapat dilakukan melalui Puskesmas Keliling.
Dengan pemeriksaan kesehatan secara rutin dan tersedianya pengobatan gratis
diharapkan anak-anak jalanan mempunyai ketahanan fisik yang baik dan berdampak
positif terhadap perkembangan intelektual maupun emosionalnya.
c. Pemberian
Layanan Pendidikan Gratis
Program ini dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu membebaskan biaya sekolah bagi anak jalanan di
sekolah-sekolah formal yang ditunjuk dan memberikan layanan pendidikan model
seperti Perpustakaan Keliling di mana guru yang mendatangi tempat-tempat yang
biasanya digunakan anak-anak jalanan untuk berkumpul serta memberikan materi
pelajaran di tempat tersebut.
Dalam pelaksanaan
berbagai kebijakan maupun program penanganan anak jalanan, satu hal yang
penting untuk selalu disampaikan adalah penyuluhan mengenai hak-hak anak dan
upaya mengembalikan anak kembali ke rumahnya agar mereka dapat hidup dan tumbuh
kembang secara wajar. Partisipasi masyarakat luas dalam pelaksanaan
berbagai program sangat dibutuhkan karena tanpa dukungan masyarakat maka
program-program tersebut tidak akan memberikan hasil. Bentuk partisipasi
masyarakat yang diharapkan antara lain : 1) Tidak memberikan sedekah kepada pengemis
anak atau membeli barang/jasa dari anak jalanan, 2) memahami bahwa perbuatan
amal dengan memberikan bantuan (uang) kepada anak-anak yang bekerja di jalanan
tidak mempunyai daya ungkit terhadap status ekonomi dan sosial kehidupan
mereka, 3) menyalurkan bantuan melalui lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang
kompeten, transparan dan dapat mempertanggungjawabkan anggaran yang dikelolanya
dan 4) memberikan dukungan dengan pola anak asuh
E. Renungan
Anak jalananan merupakan
layaknya nak-anak lainnya yang memilki hak-hak untuk didadaptkan, perlindungan
yang layak, kasih sayang dan tidak semestinya di hiraukan karena Allah pun
telah berfirman:
Al
Baqarah ayat 177
177. Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan)
hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang
menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang
benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
Al
Baqarah ayat 215
215. Mereka bertanya
tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu
nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.” Dan apa saja
kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.
Al Baqarah ayat 273
273. (Berinfaqlah)
kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak
dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya
karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat
sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja
harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah
Maha Mengatahui
An Nisaa ayat 8
8. Dan apabila sewaktu
pembagian itu hadir kerabat[270], anak yatim dan orang
miskin, maka berilah mereka dari harta itu [271] (sekedarnya)
dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.
[270]. Kerabat di sini
maksudnya : kerabat yang tidak mempunyai hak warisan dari harta benda pusaka.
[271]. Pemberian sekedarnya itu tidak boleh lebih dari sepertiga harta warisan.
[271]. Pemberian sekedarnya itu tidak boleh lebih dari sepertiga harta warisan.
Bab IV
PENUTUP
F. Kesimpulan
Upaya pengembangan dan
peningkatan kualitas generasi bangsa (termasuk didalamnya anak jalanan) tidak
dapat dilepaskan dari upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya
dan khususnya anak yang diwarnai dengan upaya pendalaman di bidang pendidikan,
kesehatan, keagamaan, budaya yang mampu meningkatkan kreativitas keimanan,
intelektualitas, disiplin, etos kerja dan keterampilan kerja.
Di sisi lain stabilitas
nasional adalah gambaran tentang keaadan yang mantap, stabil dan seimbang dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan ditanganinya dengan
baik masalah anak jalanan akan memperkuat sendi-sendi kesejahteraan
social serta stabilitas nasional kita di masa yang akan datang.
Referensi
Makalah
BalasHapusMakalah
BalasHapustrimakasih infonya...
BalasHapusizin copas artikelnya... sukses selalu...